Dalam hal
ini Ulama’ berbeda pendapat. Akan tetapi sebelum kami sebutkan perbedaan ulama’
dalam hal ini perlu kita ketahui bahwa orang yang sholat dibelakang shof ada
tiga keadaan :
Pertama : Orang yang
sholat dibelakang shof sendirian adalah seorang perempuan. Dalam hal ini Ibnu
Taimiyah telah menyebutkan bahwa para ulama’ telah sepakat akan sahnya sholat
dalam keadaan seperti ini jika tidak ada wanita lain. Adapun dalil yang di
gunakan ulama’ yang memegangi pendapat ini adalah hadis Anas bin Malik beliau
berkata :
صليت أنا
ويتيم في بيتنا خلف النبي صلى الله عليه وسلم وأمي أم سليم خلفنا
“Saya sholat bersama anak yatim
dirumahku di belakang Rasulullah saw dan ibuku ‘Ummu Sulaim’ (sholat)
dibelakang kami” (HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa seorang
wanita yang sholat sendirian dibelakang sholat sah dan dia mendapat pahala,
karena jika sholatnya tidaknya Rasulullah pasti memerintahkan Ummu Sulaim untuk
mengulangi sholatnya
Kedua : Seseorang
yang ruku’ sebelum masuk shof dan dia masuk ke dalam shof setelah bangkit dari
ruku’, keadaan ini termasuk seorang yang sholat di belakang shof sendirian,
adapun hukumnya di bahas dalam keadaan ketiga.
Ketiga : Seseorang
yang sholat di belakang shof hanya pada sebagian rekaat atau semuanya. Pada
keadaan ketiga inilah pembahasan kita kali ini yang mana Ulama’ berbeda menjadi
dua pendapat :
Pertama : Mayoritas
ulama’ berpendapat bahwa sholatnya sah. Adapun dalil yang dugunakan pendapat
ini adalah :
- Hadis Anas di atas, yaitu bahwa perempuan di bolehkan sholat sendirian dibelakang shaf dan pendapat ini mengqiaskannya dengan laki-laki
- Hadis Abi Bakrah :
أنه انتهى
إلى النبي صلى الله عليه وسلم وهو راكع فركع قبل أن يصل إلى الصف فذكر ذلك للنبي
صلى الله عليه وسلم فقال زادك الله حرصا ولا تعد
“Bahwa beliau mendapati
Rasulullah saw sedang ruku’, kemudian beliau ruku sebelum masuk shof, (setelah
selesai sholat) beliau menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw dan Beliau
saw bersabda : “Semoga Allah menambah kerakusanmu dan jangan kau ulangi”. (HR.
Bukhari)
Dalam hadis di atas disebutkan “Jangan
kau ulangi”, Ibnu Zubair berkata bahwa maksud kalimat ini adalah jangan
kamu ulangi sholatmu. Dan ini berlaku bagi orang yang sholat di belakang shof
secara sempurna (semua rekaatnya).
Adapun hadis dari Wabisah bin
Ma’bad (yang kami sebutkan pada pendapat kedua) yang mana hadis tersebut sahih
dan Ibnu Qayim termasuk yang menshohihkannya Maksudnya adalah hilangnya
kesempurnaan sholat bukan batalnya sholat.
Komentar pada dalil di atas
Jika hadis Anas di atas bahwa itu
juga berlaku bagi laki-laki maka hal ini tidak relevan, karena itu merupakan
kekhususan posisi shof perempuan sebagai mana yang diajarkan Rasulullah yaitu
setelah shof laki-laki dan tidak boleh seorang perempuan satu shof bersama
laki-laki, jika itu terjadi maka hal itu dapat membatalkan sholat.
Adapun pernyataan yang berpendapat
dengan pendapat ini menyebutkan bahwa maksud hadis Wabisah bin Ma’bad adalah
hilangnya kesempurnaan sholat maka ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw
selanjutnya yang memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulangi sholatnya,
dengan demikian hal ini menunjukkan sholat laki-laki tersebut tidak sah.
Kedua : Sholatnya
tidak sah dan harus diulangi lagi. Pendapat ini beralasan dengan Hadis Wabisah
bin Ma’bad bahwa beliau berkata :
أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم رأى رجلا يصلي خلف الصف، فأمره أن يعيد الصلاة
“Bahwa Rasulullah saw melihat
seorang laki-laki yang sholat di belakang shof (sendirian), lalu Rasulullah saw
memerintahkannya untuk mengulangi sholatnya” (HR. Abu
Dawud, Tirmidzi, Ibnu Huzaimah dan Ahmad beliau menshahihkannya, Baghawi
berkata : Hadis ini derajatnya hasan [Syarhu Sunnah 3/379])
Ulama’ yang berpendapat ini
menjelaskan Hadis Abi Bakrah di atas bahwa maksud lafadz “Jangan kau ulangi”
adalah jangan kamu ulangi hal tersebut yaitu larangan agar tidak
melaksanakan hal tersebut lagi (Sholat sebelum masuk shaf) jika hal tersebut
diulangi maka sholatnya tidak sah. Adapun alasan Rasulullah saw tidak
memerintahkan untuk mengulangi sholatnya Abi Bakrah karena Abi Bakrah tidak
mengetahui hal ini maka hal itu dimaafkan.
Komentar untuk dalil-dalil ini
Penjelasan ulama yang berpendapat
bahwa maksud lafadz “Jangan kau ulangi” dalam hadis Abi Bakrah di adalah
jangan kamu ulangi lagi, jika kamu ulangi maka sholatmu batal ini bertentangan
dengan sabda Rasulullah saw selanjutnya yaitu Rasulullah tidak menyuruh
mengulanginya, maka hal ini menunjukkan akan sahnya orang yang sholat di
belakang shof. Jika dikatakan bahwa itu adalah karena ketidaktahuan Abi Bakrah
sehingga hal itu dimaafkan maka bagaimana mungkin Rasulullah saw melihat
sahabatnya sholatnya tidak sah (jika berpendapat dengan pendapat kedua)
membiarkannya dan tidak membenarkannya, maka hal ini berarti Rasulullah saw
membiarkan kemungkaran pada shohabatnya.
Adapun hadis dari Wabisah bin
Ma’bad yang mana hadis tersebut sahih dan Ibnu Qayim termasuk yang
menshohihkannya Maksudnya adalah hilangnya kesempurnaan sholat, maka hal ini
dapat dibantah bahwa Rasulullah saw memerintahkan laki-laki tersebut untuk mengulangi
sholat sholatnya maka hal ini menunjukkan sholat laki-laki tersebut tidak sah.
Pendapat yang rajih
Setelah kita melihat dalil-dalil
yang digunakan para ulama’ dalam permasalahan ini yang mana dalil-dalil yang
digunakan shahih dan komentar pada setiap dalil maka dapat kami simpulan bahwa
pendapat yang rajih (menurut pendapat kami) adalah sebagaimana yang di jelaskan
syeikh Utsaimian, beliau menjelaskan :
“Dengan demikian telah jelas bahwa
perkataan yang rajih adalah wajibnya memasuki shof dan orang yang sholat
sendirian dibelakang shaf sholatnya batal dan dia wajib mengulanginya karena
dia meninggalkan kewajiban memasuki shaf, akan tetapi kewajiban ini seperti
kewajiban-kewajiban yang lain yaitu bisa gugur jika hilangnya tempat atau
karena tidak mampu dengan pasti atau perkiraan. Karena firman Allah yang
artinya : “Bertakwalah kalian pada Allah sesuai kemampuan kalian”(At
Taghabun : 16) dan sabda Nabi saw yang artinya : “ Jika saya memerintahkan
sesuatu pada kalian maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian” (HR.
Baihaqi), Maka diwajibkan memasuki shaf ketika mendapatkan tempat (atau masih
ada shaf yang kosong), namun jika tidak mendapatkan tempat maka gugurlah
kewajiban ini, begitu pula jika tidak mendapatkan tempat secara syar’I
sebagaimana gambaran :
Pertama : Jika mendapati shof telah
penuh, maka tidak apa-apa sholat dibelakang shof sendirian karena tidak mampun
Kedua : Di dalam posisi shof
diwajibkan perempuan di belakang laki-laki sebagaimana yang dijelaskan dalam
sunnah, maka hal ini dapat diqiaskan jika tidak mendapatkan tempat dalam shaf
yaitu bolehnya sholat sendirian dibelakang shof.
Adapun Hadis Wabisah bin Ma’bad di
atas menunjukkan batalnya bagi orang yang sholat sendirian karena meninggalkan
(tidak mau) masuk shof padahal dia mampu, jika tidak mampu maka tidak
membatalkan sholat.
Adapun sebagian ulama’ yang
memberikan alternative dengan menarik satu orang kebelakang atau sholat di
samping imam atau sholat sendirian meninggalkan jama’ah hal itu tidak benar
karena alasan-alasan berikut :
- Yang mengatakan harus manarik satu orang kebelakang :
- Hal ini dapat membuka cela dalam shaf, dan Nabi saw memerintakan merapatkan barisan dan melarang membuka cela-cela syaitan.
- Hal itu dapat mendzalimi orang yang ditarik yaitu memindahkan dia dari tempat yang fadhilahnya banyak (pada shaf awal) ke tempat yang fadhilahnya lebih sedikit (pada shof bawahnya)
- Hal ini menganggu sholat yang di tarik. Adapun dalil yang menunjukkan perintah untuk menarik salah satu dari orang yang ada di shaf depannya hadis tesebut dla’if dan tidak dapat dijadikan alasan.
- Yang mengatakan harus sholat disamping imam :
- Hal ini menyelisihi sunnah karena imam sendirian agar untuk membedakan antara imam dan makmum.
- Hal ini dapat menganggu jama’ah yang hendak mengikuti gerakan imam.
- Dan dalam hal ini dapat menghilangkan shaf bagi orang yang datang setelah dia, seandainya jika dia sholat di belakang shof sendirian maka dengan datangnya satu orang lagi itu menjadikan satu shaf baru.
- Adapun pendapat yang memerintahkan sholat sendirian tidak mengikuti jama’ah maka dia meninggalkan kewajiban yaitu meninggalkan sholat jama’ah padahal dia mampu maka dia terjatuh pada kemaksiatan.” والله أعلم بالصواب
Rujukan :
- Ibrahim bin Shalih al Khudri, Ahkam al Masajid fi as Syari’ah al Islamiyah, (Mamlakah Arabiyah: 1419 H), cet. Ke-1, juz. I, hal. 259
- Muhammad Shalih bin Muhammad al Utsaimin, Majmu’ Fatawa, (Suriya: Dar al Wathan, th. 1314), cet. Terakhir, juz. 15, hal. 103-107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar