Bagi
sebagian masyarakat khitan bagi anak laki-laki adalah sebuah perkara yang
sangat wajar. Namun tidak demikian dengan khitan wanita, mereka masih
menganggapnya tabu atau menjadi sebuah perkara yang sangat jarang dilakukan,
bahkan oleh sebagian kalangan khitan wanita adalah tindakan kriminal yang harus
dilarang, seperti yang diserukan oleh gerakan feminisme, LSM-LSM asing,
Population Council, PBB, WHO dan lain-lainnya. Larangan khitan wanita juga diputuskan
dalam Konferensi Kaum Wanita sedunia di Beijing China (1995). Di Amerika
Serikat dan beberapa Negara Eropa, kaum feminis telah berhasil mendorong
pemerintah membuat undang-undang larangan sunat perempuan. Di Belanda, khitan
pada perempuan diancam hukuman 12 tahun. Pelarang khitan perempuan juga pernah
diterapkan di Negara Mesir yang nota benenya adalah Negara Islam.[1] Di Indonesia sendiri khitan wanita juga dilarang
secara legal, dengan alasan bahwa Indonesia tidak akan bisa melepaskan diri
dari ketentuan WHO, dan karena khitan wanita dinilai bertentangan dengan HAM.
Padahal mereka orang-orang Barat sengaja melarang khitan wanita dengan tujuan
agar para wanita Islam tidak terkendalikan syahwat mereka, sehingga praktek
perzinaan meluas dan terjadi di mana-mana, dan ini telah terbukti.
Bagaimana sebenarnya hukum khitan
wanita dalam Islam, berikut keterangannya :
Pengertian Khitan
Khitan secara bahasa diambil dari kata
“khotana“ yang berarti memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong
kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan
bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit ( selaput ) yang menutupi ujung
klitoris ( preputium clitoris ) atau membuang sedikit dari bagian
klitoris ( kelentit ) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada
ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki
dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.
Hukum Khitan Wanita.
Para ulama sepakat bahwa khitan
wanita secara umum ada di dalam Syari’at Islam. ( al-Bayan min Al Azhar
as-Syarif : 2/ 18 ) Tetapi mereka berbeda pendapat tentang satatus
hukumnya, apakah wajib, sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu kehormatan. Hal
ini disebabkan dalil-dalil yang menerangkan tentang khitan wanita sangat
sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruangan bagi para ulama untuk
berbeda pendapat. Diantara dalil-dalil tentang khitan wanita adalah sebagai
berikut :
Pertama :
Hadist Abu Hurairah ra. bahwasanya
Rosulullah saw bersabda :
”Lima hal yang termasuk fitroh
yaitu: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak,
dan memotong kuku.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Bagi yang mewajibkan khitan wanita
mengatakan bahwa arti “ fitrah “ dalam hadist di atas perikehidupan yang
dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh semua Syari’at, atau bisa disebut
agama, sehingga menunjukkan kewajiban. Sebaliknya yang berpendapat sunnah
mengatakan bahwa khitan dalam hadist tersebut disebut bersamaan dengan
amalan-amalan yang status hukumnya adalah sunnah, seperti memotong kumis,
memotong kuku dan seterusnya, sehingga hukumnya-pun menjadi sunnah.
Kedua :
Sabda Rasulullah saw :
أذا ألتقا
ختانان وجب الغسل.
“Apabila bertemu dua khitan, maka
wajib mandi.” (Hadist Shohih Riwayat Tirmidzi , Ibnu Majah dan Ahmad
).
Kelompok yang berpendapat wajib
mengatakan bahwa hadist di atas menyebut dua khitan yang bertemu, maksudnya
adalah kemaluan laki-laki yang dikhitan dan kemaluan perempuan yang dikhitan.
Hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa khitan wanita hukumnya wajib.
Sedangkan bagi yang berpendapat khitan wanita adalah sunnah mengatakan bahwa
hadist tersebut tidak tegas menyatakan kewajiban khitan bagi perempuan. ( Asy
Syaukani, Nailul Author : 1/147 )
Ketiga :
Hadist Anas bin Malik ra, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah :
”Apabila engkau mengkhitan wanita
potonglah sedikit, dan janganlah berlebihan, karena itu lebih bisa membuat
ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.”(HR.Abu Daud
dan Baihaqi)
Bagi yang mewajibkan khitan wanita,
menganggap bahwa hadist di atas derajatnya ‘Hasan “, sedang yang
menyatakan sunnah atau kehormatan wanita menyatakan bahwa hadist tersebut
lemah.
Keempat :
“ Khitan itu sunnah bagi laki-laki
dan kehormatan bagi wanita. “ ( HR Ahmad dan Baihaqi )
Ini adalah dalil yang digunakan oleh
pihak yang mengatakan bahwa khitan wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan
tetapi kehormatan. Hadist ini dinyatakan lemah karena di dalamnya ada rawi yang
bernama Hajaj bin Arthoh.
Dari beberapa hadist di atas,
sangat wajar jika para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan
wanita. Tapi yang jelas semuanya mengatakan bahwa khitan wanita ada dasarnya di
dalam Islam, walaupun harus diakui bahwa sebagian dalilnya masih samar-samar.
Perbedaan para ulama di atas di dalam memandang khitan wanita harus disikapi
dengan lapang dada, barangkali di dalam perbedaan pendapat tersebut ada
hikmahnya, diantaranya bahwa keadaan organ wanita ( klitorisnya ) antara
satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Bagi yang mempunyai klitoris yang besar
dan mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan mebuatnya tidak pernah tenang
karena seringnya kena rangsangan dan dikhawatirkan akan menjeremuskannya ke
dalam tindakan yang keji seperti berzina, maka bagi wanita tersebut khitan
adalah wajib. Sedang bagi wanita yang klitoris berukuran sedang dan tertutup
dengan selaput kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya
lebih baik dan lebih dicintai oleh suaminya sebagaimana yang dijelaskan dalam
hadist diatas, sekaligus akan membersihkan kotoran-kotoran yang berada
dibalik klistorisnya. Adapun wanita yang mempunyai klitoris kecil dan
tidak tertutup dengan kulit, maka khitan baginya adalah kehormatan. ( Ridho
Abdul Hamid, Imta’ul Khilan bi ar-Raddi ‘ala man Ankara al-Khitan, hal. 21-22 )
Praktek Khitan di Masyarakat Dunia
Di tengah-tengah masyarakat, khitan
wanita dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
- Memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klistoris (preputium clitoris). Cara ini dianjurkan dalam Islam, karena akan membersihkan kotoran-kotoran putih yang bersembunyi di balik kulit tersebut atau menempel di bagian klistorisnya atau yang sering disebut ( smegma ), sekaligus akan membuat wanita tidak frigid dan bisa mencapai orgasme ketika melakukan hubungan seks dengan suaminya, karena klistorisnya terbuka. Bahkan anehnya di sebagian Negara-negara Barat khitan perempuan semacam ini, mulai populer. Di sana klinik-klinik kesehatan seksual secara gencar mengiklankan clitoral hood removal ( membuang kulit penutup klitoris ) .
- Menghilangkan sebagian kecil dari klistoris, jika memang klistorisnya terlalu besar dan menonjol. Ini bertujuan untuk mengurangi hasrat seks wanita yang begitu besar dan membuatnya menjadi lebih tenang dan disenangi oleh suami.
- Menghilangkan semua klitoris dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam (labium minora). Cara ini sering disebut infibulations. Ini dilarang dalam Islam, karena akan menyiksa wanita dan membuatnya tidak punya hasrat terhadap laki-laki. Cara ini sering dilakukan di negara-negara Afrika, begitu juga dipraktekan pada zaman Fir’aun, karena mereka mengira bahwa wanita adalah penggoda laki-laki maka ada anggapan jika bagian klitoris wanita di sunat akan menurunkan kadar libido perempuan dan ini mengakibatkan wanita menjadi frigid karena berkurangnya kadar rangsangan pada klitoris.
- Menghilangkan semua klistoris, dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam ( labium minora ), begitu juga sepasang bibir kemaluan luar ( labium mayora ). Ini sering disebut clitoridectomy ( pemotongan klitoris penuh ujung pembuluh saraf). Ini juga dilarang dalam Islam, karena menyiksa wanita.
Dalam sebuah penelitian disebutkan
bahwa 97,6 % khitan di Mesir merujuk kepada model kedua, dan 1,6 % merujuk pada
model pertama. Sedang model ketiga/ keempat hanya 4 % saja. ( DR. Maryam
Ibrahim Hindi , Misteri dibalik Khitan Wanita, hal 17 dan 101 )
Di Indonesia sendiri praktek khitan
pada wanita sering kali salah dalam tekniknya, karena cuma dilakukan secara
simbolis dengan sedikit menggores klitoris sampai berdarah, atau menyuntik
klitoris, atau bahkan hanya menempelkan kapas yang berwarna kuning pada
klistoris, atau sepotong kunyit diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris
anak, bahkan di daerah tertentu di luar Jawa, ada yang menggunakan batu permata
yang digosokkan ke bagian tertentu klitoris anak. Itu semua hakekatnya tidak
atau belum dikhitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar