Homoseksual (liwath) merupakan
perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang
mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang homoseksual
di negara-negara maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di
negara-negara tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan
lagi, bahwa ‘virus’ ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia.
Bagaimana sesungguhnya masalah besar ini menurut
kacamata Islam? Apa ancaman yang akan diterima pelakunya? Beberapa uraian
berikut akan merangkum pendapat Imam Ibn al-Qayyim di dalam bukunya, ad-Dâ’Wa
ad-Dawâ.
Dalam pembahasan yang lalu sudah kami paparkan Ulasan
Argumentasi Masalah tentang permasalahan hukuman pelaku homoseksual.
Bahwasannya sudah menjadi kesepakatan Ulama atas keharaman
perbuatan homoseksual dan lesbian. Mereka akan mendapatkan hukuman (had) bunuh
di dunia. Namun para ulama berbeda pendapat dalam pelaksanaan hukuman bunuh
bagi pelakunya. Perbedaan itu dapat di klarifikasikan sebagai berikut:
- Dibakar.
Terdapat riwayat yang valid dari Khalid bin al-Walid
radhiyallahu ‘anhu bahwa ia pernah menemukan di suatu daerah pinggiran
perkampungan Arab seorang laki-laki yang menikah dengan sesamanya layaknya
wanita yang dinikahkan. Maka, ia pun mengabarkan hal itu kepada Abu Bakar
ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau meminta pendapat para shahabat yang
lain, di antaranya ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang mengambil
pendapat yang sangat tegas. Ia mengatakan, “Menurutku, hukumannya dibakar
dengan api.” Maka Abu Bakar pun mengirimkan balasan kepada Khalid bahwa
hukumannya ‘dibakar.’
Abu Bakar berkata: “ keduanya dibunuh dengan pedang
sebagai hukuman had di dunia, kemudian kedua palakunya dibakar dengan api
sebagai balasan keduanya dan sebagai pelajaran bagi selainnya.”
Berkata Al-Hafidz Al-Mundhiri: “Abu Bakar, Ali bin Abi
Thalib, Abdullah bin Zubair, dan Hisam bin Abdul Malik Radhiyallahu ‘Anhum membakar
dengan api para pelaku homoseksual. Mereka lakukan itu semua setelah mereka
bunuh kedua palakunya dengan pedang atau dengan cara rajam dengan batu.”[1]
- 2. Dilempar dengan Batu Setelah Dijungkalkan dari Tempat Yang Tinggi.
‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Perlu dicari dulu, mana bangunan yang paling tinggi di suatu perkampungan, lalu
si homoseks dilempar darinya dengan posisi terbalik, kemudian dibarengi dengan
lemparan batu ke arahnya.” Ibnu ‘Abbas zmengambil hukuman (Hadd) ini sebagai
hukuman Allah subhanahu wata’ala atas homoseks.
Bukan Hanya Pelaku Utamanya Saja yang Dihukum, Ibn
‘Abbas-lah yang meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sabda
beliau, “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth
(homoseksual), maka bunuhlah si pelaku (yang mengajak) dan orang yang dilakukan
terhadapnya (pasangan).” (Diriwayatkan oleh para pengarang kitab as-Sunan,
dinilai shahih oleh Ibn al-Qayyim.
- 3. Di rajam
Pendapat inilah yang dianggap mendekati kepada
kebenaran. Yaitu pelaku homoseksual mendapatkan hukuman hadd di rajam secara
mutlak, baik pelakunya muhsan maupun ghairu muhshan. Karena Allah telah
mensyari’atkan hukuman jaram pada ummat terdahulu. Sebagaimana ayat yang
berkenaan dengan kaum Luth:
لِنُرْسِلَ
عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِّن طِينٍ
“Agar kami timpakan kepada mereka
batu-batu dari tanah.”(Adz-Dzariyaat: 33)[2]
[1]. Abdurrahman Al-Jaziriy, Al-FIqhu
‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah,(Dar Al-Taqwa.2003), jilid 4, hal.105
[2] . Ibid, hal. 106
Tidak ada komentar:
Posting Komentar