Defenisi shalat sunnah (tathawwu’)
Tathawwu’ pada dasarnya yaitu
mengerjakan ketaatan yang tidak bersifat wajib, baik yang disyariatkan ataupun
tidak.
Shalat Tathawwu’ adalah shalat yang dilakukan seorang
hamba secara tathawwu’. Di dalam al-Qamus disebutkan makna tathawwu’ adalah
nafilah yaitu suatu perkara agama yang mendapat ganjaran ketika
dikerjakan dan tidak berdosa kalau ditinggalkan, atau sesuatu yang menuntut
seorang mukallaf untuk mengerjakannya sebagai tambahan atas shalat fardhu yang
tidak bersifat wajib.
Dinamakan juga dengan sunnah (suatu yang disunnahkan),
fadilah, (keutamaan) dan Targhib (dianjurkan), seperti shalat dhuha. Rasulullah
r bersabda,
عن رَبِيعَةُ
بْنُ كَعْبٍ الْأَسْلَمِيُّ قَالَ كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي
سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ
قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Dari Rabi’ah bin Kaab Al-Aslamy
berkata, Rasulullah r telah berkata padaku, “Mintalah, lantas aku berkata, “Aku
minta untuk dapat menemanimu di surga.” Beliau berkata, “Atau ada permintaan
yang lain” Aku berkata, “Itulah permintaanku.” Beliau menjawab, “Bantulah aku
untuk mewujudkanm permintaanmu itu dengan memperbanyak sujud.” [1]
Pengarang kitab Bulughul Maram memahami makna sujud
dalam hadits tersebut dengan shalat sunnah, maka ia menjadikan hadits ini
sebagai dalil atas disyareatkannya shalat tathawwu’ (sunnah). [2]
Nama lain shalat tathawwu’
Para ulama’ menyebutkan bahwa shalat yang dilakukan
secara tathawwu’ atau selain shalat fardhu itu dengan berbagai macam nama
seperti shalat mustahab, mandub, nafilah, dan sunnah. Adapun perinciannya
sebagai berikut :
- Disebut dengan Tathawwu’ karena pelakunya mengerjakan perintah yang bukan bersifat wajib atau sebuah keharusan.
- Mustahab, karena Allah menyukainya.
- Mandub karena Allah menganjurkannya kemudian menjelaskan keutamaan dan pahalanya.
- Nafilah karena sebagai tambahan atas shalat fardhu dan menyempurnakan pahala shalat fardhu.
- Sunnah karena mengikuti sunnah Rasulullah r. Adapun nama yang dipilih oleh DR. Abdul Karim Zaidan dalam kitabnya Al-Mufassol fi Ahkam al-Mar’ah adalah shalat Tathawwu’.
Keutamaan shalat tathawwu’
Shalat tathawwu’ disyare’atkan sebagai pelengkap atau
tambahan apabila di dalam shalat fardhu terdapat kekurangan, hal ini
adalah termasuk dari keutamaan shalat, yang tidak dimiliki oleh ibadah yang
lainnya. Dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah saw bersabda,
أول ما يحاسب
الناس به يوم القيامة من أعمالهم الصلاة يقول ربنا عز وجل لملائكته وهو أعلم:
انظروا في صلاة عبدي أتمها أم نقصها، فإن كانت تامة كتبت له تامة، وإن كان انتقص
منها شيئا، قال: انظروا هل لعبدي من تطوع؟ فإن كان له تطوع قال: أتموا لعبدي
فريضته من تطوعه، ثم تؤخذ الأعمال على ذلكم
“Sesungguhnya yang pertama kali
dihisab dari manusia pada hari kiamat adalah dari amal-amal shalat, kemudian
Allah berkata kepada para malaikat dan Dialah yang maha Mengetahui, “Lihatlah
pada shalat hambaku, mereka menyempurnkannya atau menguranginya? Maka apabila
sempurna, ditulis baginya sempurna. Namun apabila terdapat kekurangan darinya?
Allah berfirman, “Lihatlah apakah pada hambaku terdapat amalan tathawwu’? Maka
jika terdapat terdapat padanya, Ia berfirman, “Sempurnakanlah bagi hambaku
amalan fardhunya dari amalan-amalan tathawwu’. Kemudian akan diambil
amalan-amalan yang demikian itu.”[3]
Tempat yagng paling afdhol
Kalau shalat fardhu hukumnya adalah wajib,
dilaksanakan secara berjama’ah dan berada di masjid lebih utama dari pada
dikerjakan di rumah, namun sebaliknya shalat sunnah (tathawwu’) tempat yang
paling afdhal dan utama adalah dikerjakan di rumah. Hal ini sesuai dengan
hadits Nabi saw, Dari Jabir radiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah saw
bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu selesai melaksanakan shalat
di masjidnya, maka kerjakanlah sebagian dari shalatnya (yaitu shalat sunnah) di
rumahnya, karena sesungguhnya Allah menjadikan sebagian shalatnya sebagai
cahaya rumahnya.”[4] Dan
sabdanya, dari Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah saw
berkata,
صَلَاةُ
الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ تَطَوُّعًا نُورٌ فَمَنْ شَاءَ نَوَّرَ بَيْتَه
“Shalatnya seorang laki-laki di rumahnya yang
dilakukan secara tathawwu’ adalah cahaya, maka barang siapa yang sanggup
hendaklah ia menyinari rumahnya (dikerjakan di rumah).”[5]
Begitu pula sabdanya yang lain,
عَنْ ابْنِ
عُمَرَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا مِنْ
صَلَاتِكُمْ فِي بُيُوتِكُمْ وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
Dari Abdullah bin Umar ia berkata, Rasulullah saw
bersabda, “Jadikanlah sebagian dari shalat kalian di rumah, dan janganlah
melakukannya di kuburan.”[6]
[1] . HR.
Bukhari hadits no. 929 dan Muslim no. 489.
[2] .
terjemahan Subulus Salam Muhammad bin Isma’il Al-Amir As-Shan’ani hal
570-571. Darus Sunnah.
[3] . Abu
Dawud.
[4] . HR.
Muslim no. 778.
[5] . HR.
Ahmad.
[6] . HR.
Bukhari no. 432 dn Muslim no. 777.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar