SEJARAH SINGKAT
Jama’ah
Tabligh didirikan oleh Syaikh Maulana Ilyas bin Syaikh Muhammad Ismail
Al-Kandahlawi Al-Hanafi –Rahimahullah- di benua hindia, tepatnya di kota Sahar
Nufur. Beliau dilahirkan tahun 1303 H. di lingkungan keluarga yang mengikuti
thariqat Al-Jitsytiyyah ash-Shufiyyah. Beliau orang yang hafidz (hafal Qur’an)
dan menimba ilmu di Madrasah Diyuband setelah diba’iat oleh guru besar
Thariqat, Syaikh Rasyid Ahmad Al-Katskuhi.
Pusat
perkembangan jama’ah tabligh ada di India, tepatnya perkampungan Nidzammudin,
Delhi. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikeliliingi oleh 4
kuburan wali. Mereka terkesan sangat mengagungkan masjid tersebut dan
menganggap suci masjid yang ada kuburannya tersebut. Da’wah jama’ah tabligh
menyebar hingga ke Pakistan, Bangladesh dan negara-negara asia timur dan
menyebar hingga ke seluruh dunia. Tujuan dakwah mereka adalah membina ummat islam
dengan konsep khuruj/jaulah[1] yang lebih
menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti
dzikir, zuhud, dan sabar[2].
AQIDAH MEREKA
Jama’ah
tabligh bermanhaj shufi dalam masalah aqidah. Tasawwuf sangatlah mendominasi
anggota-anggota jama’ah dimana mereka sangat bersemangat dalam ibadah, dan
dzikir, melatih diri dengan sedikit makan dan minum, tidur dan berbicara.
Mereka juga mencurahkan perhatian besar terhadap mimpi dan takwilnya. Aqidah
mereka menurut pandangan ahlus sunnah wal jama’ah adalah rusak dan khatir,
sesat dan menyesatkan. Aqidah jama’ah tabligh tercampur baur dengan syirik,
khurafat, bid’ah, wihdatul wujud dan hulul [3].Mereka
berkeyakinan akan adanya mukasyafah [4], wali-wali aqhtab [5], dan mereka
membenarkan ucapan-ucapan syatahat [6]. Mereka juga
menghidupkan dan mengajarkan bid’ah-bid’ah syirkiyyat seperti tabaruk [7], tawassul terhadap
makhluk, terhadap kuburan-kuburan nabi dan wali, dan kesyirikan-kesyirikan yang
nyata lainnya. Mereka juga menghidupkan bid’ah-bid’ah mawalid dengan membaca
qashidah burdah yang penuh dengan kesyirikan dan kebid’ahan.[8]
KHURUJ METODE DAKWAH
BID’AH
Mereka begitu
mencintai metode dakwah mereka yang mereka nama khuruj ini, bahkan seolah-olah
khuruj ini termasuk dalam bagian tak terpisahkan dari syariat islam yang murni
dan suci ini. Mereka telah mengotori manhaj dakwah nabi dengan memasukkan
apa-apa yang bukan dari-nya. Mereka begitu mengagung-agungkan metode ini,
sampai-sampai jika ada diantara jama’ah yang disuruh memilih antara khuruj dan
haji, maka mereka lebih memilih dan menyatakan keutamaan khuruj, sembari
menyatakan, jika kita berhaji maka pahalanya dan kebaikannya adalah untuk kita
sendiri, namun jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain
untuk kita, juga untuk manusia lainnya. Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj
dibandingkan jihad fi sabilillah, sebab menurut mereka khuruj itulah jihad fi
sabilillah. Mereka berdalil tentang disyariatkannya khuruj ini dengan mimpi
pendiri jama’ah tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi
tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru
ummatin UKHRIJAT linnasi …” mereka menafsirkan kata ukhrijat dengan makna
keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah). Sungguh penafsiran yang bathil
yang menyelisihi hampir seluruh kitab tafsir ulama’ salaf dan khalaf.Mereka pun
ketika khuruj dan berdakwah kepada ummat tanpa disertai ilmu dan bashirah
(hujjah yang nyata dan jelas). Mereka mengajak kaum muslimin untuk menegakkan
sholat namun mereka tidak mau membahas permasalahan sholat secara mendalam
beserta hujjah dan dalilnya sehingga mereka tidak tahu bagiamana sifat sholat
rasulullah yang benar itu. Mereka mengajak untuk mencontoh kepada rasulullah
sedangkan mereka tidak mengetahui sunnah-sunnah dan hadits rasulullah, mereka
tidak peduli entah yang mereka gunakan itu hadits dhaif atau maudhu’, yang
penting hadits…!!!Mereka telah menetapkan sesuatu syariat yang seharusnya
menjadi hak Allah dan rasul-Nya, mereka mengkhususkan bilangan jumlah hari
dalam dakwah (baca : khuruj) secara tertentu tanpa ada keterangannya dari
rasulullah, mereka menentukan bilangan hari dalam khuruj dengan bilangan yang
tidak ada dasarnya sama sekali dari sunnah. Mereka menentukan bilangan hari
khuruj selama 6 bulan, 3 bulan, 40 hari, 20 hari, 7 hari lalu seminggu. Suatu
pengkhususan yang tidak berdasar dalam manhaj da’wah rasulullah.
Mereka begitu
terdorong dan bersemangat mengikuti hadits rasulullah yang menyatakan :
“Balligu ‘anni walau aayah…” (Sampaikan dariku walau satu ayat…) namun mereka
melupakan kata ‘annii (dari-ku, yakni dari rasulullah), yang seharusnya mereka
menyampaikan ayat yang telah benar-benar nyata dari rasulullah. Mereka juga
lupa akan ayat Allah yang berbunyi : “Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah
jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah atas
bashiroh (hujjah yang nyata)” (QS. Yusuf 108). Yang seharusnya mereka menyeru
kepada islam di atas hujjah yang nyata…!!!
Khuruj yang
dilakukan jama’ah Tabligh yang mereka tentukan jumlah harinya pada hakikatnya
tidak pernah menjadi amalan generasi para salaf dan khalaf. Yang mengherankan
adalah mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan islam) namun mereka mengakui
bahwa mereka tidak layak untuk tabligh dan bukan ahlinya. Tabligh seharusnya
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas keilmuan yang mumpuni
seperti yang dilakukan oleh rasulullah ketika mengutus delegasinya yang terdiri
dari sahabat alim yang mengajarkan islam kepada ummatnya, seperti beliau
mengutus Ali bin Abi Thalib, Mu’adz bin Jabal, dan selainnya seorang diri,
tidak pernah beliau mengutus serombongan sahabat lain untuk menyertai
individu-individu utusan rasul tersebut.
Karena itu
kami menasehati jama’ah tabligh untuk lebih memperdalam ilmu dien ini. Mengenai
ucapan mereka -Jama’ah Tabligh- yang menyatakan : “lihatlah para sahabat…
mereka berasal dari mekkah, berasal dari medinnah… namun kuburan-kuburan mereka
tersebar, ada yang dikuburkan di negeri Bukhara, di negeri samarkhand, di
negeri Andalusia…” maka sungguh mereka salah meletakkan ucapan mereka yang
mengqiyaskan apa yang dilakukan oleh para sahabat itu sebagai khuruj ala tablighi.
Namun adalah mereka, para sahabat –Ridhwanullah ‘alaihim ajma’in- mereka keluar
adalah dalam rangka jihad fi sabilillah.
KEANEHAN-KEANEHAN KITAB
TABLIGHI NISHAB/ FADHAILUL ‘AMAL
Sungguh,
mereka benar-benar telah menjadikan 2 kitab tulisan tokoh mereka yakni Tablighi
Nishab[9] yang ditulis oleh
Maulana Zakaria al-Kandahlawy dan Hayatus-Shahabah yang ditulis oleh Maulana
Yusuf al-Kandahlawy, sebagaimana 2 kitab syaikhani[10], padahal 2 kitab
yang mereka jadikan rujukan utama, yang senantiasa mereka baca di setiap waktu,
yang mereka cintai, yang selalu mereka bawa kemana-mana, adalah kitab yang sesat
lagi menyesatkan, di dalamnya tercampur antara hadits shahih dengan hadits
dhaif, maudhu’, dan laa ashla lahu, di dalamnya terkumpul bid’ah, syirik,
khurafat, dongeng, mitos, dan kesesatan lainnya[11]. Namun, begitu
taqlidnya mereka, begitu husnudh-dhonnya mereka, sehingga mereka biarkan
kesesatan itu tetap ada di dalam kitab mereka, mereka tidak ridha dan rela
kitab mereka dibersihkan dari kesesatan ini, mereka tetap menginginkan kitab
itu seperti apa adanya sebagaimana ditulis oleh penulisnya, dan mereka tidak
sadar bahwa penulis kedua kitab itu tidak ma’shum, namun mereka tetap tidak
mengindahkannya, dan mereka menganggap seolah-olah penulis dua kitab itu
bagaikan wali yang ma’shum. –Semoga Allah memberikan hidayah kepada
mereka-Sungguh, telah banyak para ulama’ pencinta kebenaran yang mengkoreksi
kitab-kitab semacam ini, yang berusaha membuang dan membersihkan agama ini dari
kotoran-kotoran, yang berusaha memelihara kemurnian agama ini, yang berusaha
memerangi para ahli bid’ah dan kebid’ahannya. Namun, usaha mereka itu tidaklah
mendapatkan tempat bagi orang-orang yang cinta akan kesesatan dan kebid’ahan.
Diantara kesesatan kitab itu adalah :
TABLIGHI NISHAB
MENCAMPUR HADITS-HADITS MAUDHU’ DAN DHAIF
1.
Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 96 Diriwayatkan dari Umar,
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Manakala nabi Adam ‘alahi
salam melakukan perbuatan dosa, ia mengetengadahkan kepala ke langit seraya
berkata : ‘Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan keagungan Muhammad, ampunilah
dosaku.’ Maka Allah menurunkan wahyu dari ‘arsy. Lalu Adam berkata : ‘Maha suci
nama-Mu, tatkala Kau menciptaku, aku mengetengadahkan kepalaku ke arah arsy,
ternyata tertulis padanya, Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Maka aku
mengetahui bahwa tak seorangpun yang lebih mulia martabatnya di sisi-Mu
daripada orang yang telah engkau jadikan beriringan dengan nama-Mu.’ Lalu Allah
berfirman kepada Adam, ‘wahai Adam, sesunggunya Muhammad itu nabi terakhir dan
termasuk anak cucumu, seandainya Muhammad tidak diciptakan maka Aku tidak
menciptamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadhailudz Dzikir, hal 96.)Keterangan :
Hadits di atas adalah hadits Maudhu’ dalam Al-Maudhu’at Al-Kabir. Perawi-perawi
dalam hadits di atas majhul (tidak dikenal).
2.
Dalam Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia
berkata, bersabda Rasulullah : ‘Barangsiapa menziarahi kuburanku, maka wajib
atasnya syafatku.’ (Tablighi Nishab, Bab Fadha’iludz Dzikir, hal. 109-110)
Keterangan : Hadits di atas
hadits Maudhu’, lihat Dhaiful Jami’ no 5618.
3.
Dalam Fadha’ilul Haj, hal. 101
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia
berkata, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang menziarahiku setelah wafat
maka ia laksana menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Diriwayatkan
oleh Imam Thabrani, Daruquthni dan Baihaqi. Baihaqi menyatakan Hadits ini Dhaif
dalam Al Ittihaf. Berdasarkan riwayat Imam Baihaqi dalam Al-Misyqat disebutkan,
“Siapa yang melakukan haji dan menziarahi kuburanku, maka ia seperti
menziarahiku sewaktu aku hidup.” Berkata penulis : Al-Muwaffiq dalam Al-Mughni
menjadikan hadits ini sebagai dalil terhadap keutamaan ziarah ke makam nabi.
(Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 101)
Keterangan : Hadits di atas
Maudhu’ dalam Dha’iful Jami’ no 5563
Inilah
sekelumit di antara kandungan hadits-hadits Maudhu’ dalam Tablighi Nishab, yang
masih sangat banyak lagi di dalamnya yang harus dibersihkan dan dibuang
jauh-jauh, karena Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang Mutawattir :
“Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka persiapkan duduknya di atas
neraka”, termasuk berdusta atas nama nabi yakni menyampaikan kepada ummat
apa-apa yang bukan dari beliau namun disandarkan terhadap beliau, masuk di
dalamnya menyampaikan atau menggunakan hadits maudhu’, dan telah sepakat ummat
ini bahwa hadits maudhu’ tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil.
TABLIGHI NISHAB
BERISI KHURAFAT, HIKAYAT DAN DONGENG.
Muhammad
Zakaria al-Kandahlawy –semoga Allah mengampuninya- di dalam bukunya Tablighi
Nishab merangkum khurafat, bid’ah, mitos dan hikayat-hikayat yang memekakkan
telinga dan jauh dari kodrat dan tidak bisa dibenarkan akal sehat. Rujukan yang
dipegangnya tak dapat dipercaya dan ia menukil dari pengarang yang tak
mendapatkan legitimasi para ulama’. Diantara kisah-kisah tersebut adalah :
1. Dalam Fadhailul
Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat ke-13 Dinukil dari
As-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi bahwa Sa’id Ahmad Ar-Rifa’I berziarah ke makam
Nabi setelah haji pada tahun 555 H. Ia melagukan dua bait syair sebagai berikut
:
Dalam hal yang jauh, ruhku
kulepaskan….
Bumi menerima dariku, karena
ia wakilku…
Inilah kerajaan khayalan
yang aku hadiri…
Maka ulurkan tangan kananmu
agar terengkuh oleh bibirku…
Lalu tangan nabi yang
diberkahi keluar dari makamnya yang mulia dan Ar-Rifa’i pun mencium tangannya.
Penulis menambahkan dalam kitab
Al-Bunyan Al-Masyid, “ada 90 ribu orang yang menyaksikan hal itu. Mereka adalah
peziarah makam Nabi. Diantara peziara itu adalah Syaikh Abdul Qodir Jailani.”
(Tablighi Anishab, bab Fadhailul
Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat 13)
2. Dalam Fadha’ilul Haj, hal 133
Syaikh Abu
Khair Al-Aqtha’ berkata, “Aku merasa lapar karena selama 5 hari aku belum
makan. Lalu aku berziarah dan ketiduran setelah aku membaca shalawat kepada
Nabi di sisi makamnya. Aku bermimpi Nabi datang bersama Syaikhani dan Ali
Radhiallahu ‘anhu. Kemudian beliau memberi aku sepotong roti. Aku makan roti
itu setengahnya, ketika aku terbangun, aku melihat setengah roti sisanya masih
ada di tanganku.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj, hal 133)
3. Dalam Fadahilul hajj,
hal 141
Syaikh
Syamsuddin, ketua Khadamul haram An-Nabawi berkata : “Satu jama’ah dari Aleppo
menyuap gubernur Madinnah agar mereka dizinkan membongkar makam Syaikhani dan
mengambil jasad keduanya. Maka ketika itu datanglah 40 orang laki-laki membawa
cangkul pada malam harinya. Keempat puluh orang itu iba-tiba saja hilang di
telan bumi. Setelah itu gubernur Madinah berkata, ‘Janganlah kau sebarkan hal
ini, atau aku akan memenggal kepalamu.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj,
hal 141)
4. Dalam Fadha’ilul Haj,
hal 87)
Syaikh
Zakaria berkata, “Dinukil dari beberapa Syaikh, bahwa seorang Syaikh yang
tinggal di negeri Khurasan lebih dekat ke Ka’bah karena ia selalu bersentuhan
dengan ka’bah dibandingkan orang-orang yang selalu berthawaf di ka’bah. Bahkan
terkadang ka’bah datang mengunjunginya.” (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilul Haj,
hal 87)
5. Dalam Fadhailush
Shadaqah, hal. 588. dikisahkan : Syaikh Zakaria mengerjakan sholat
sebanyak 1000 raka’at dengan berdiri. Apabila ia merasa lelah, maka ia sholat
dengan duduk sebanyak 1000 raka’at. (Tablighi Nishab, bab Fadha’ilush Shadaqah,
hal 588)
6. Dalam Fadha’ilul
Qur’an, hal. 15. Diceritakan : bahwa Ibnu Katib mengkhatamkan
Al-Qur’an setiap hari sebanyak 8 kali.
7. Dalam Fadhailul Haj,
hal. 218. Diceritakan : bahwa Nabi Khidr mengerjakan sholat shubuh di
mekkah dan duduk di rukun syami sampai terbit matahari, kemudian sholat Dhuhur
di Madinah, sholat ashar di Baitul Maqdis dan Sholat Maghrib dan Isya’ di
Al-Iskandari.
8. Dalam Fadha’ilush
Shadaqah hal. 588. Diceritakan : bahwa Abu Muhammad Al Jurairi
melaksanaknan I’tikaf di Makkah selama setahun penuh, tidak tidur tidak pula
bersandar di dinding atau tiang.
9. Dalam Fadhailul Hajj,
hal 135
Seseorang
bertanya kepada Nabi Khidir, “apakah kamu melihat seseorang yang lebih mulia
daripada dirimu?” menjawab Nabi Khidir, “Pada suatu ketika aku berada di dalam
masjid Muhammad (di madinah). Pada waktu itu Imam Abdurrazaq sedang mengajari
jama’ah tentang hadits nabi, maka aku melihat seorang pemuda duduk sendiri di
pojok masjid sambil meletakkan kepalanya di atas kedua lututnya. Aku bertanya
padanya, ‘mengapa kau tidak mengikuti majlis Abdurrazaq dan mendengarkan
hadits-hadits nabawi’, ia menjawab, ‘Di sana jama’ah mendengarkan pengajian
dari Abdurrarzaq, namun di sini ada seorang sendirian mendengarkan pelajaran
Abdurrazaq tanpa ada orang lain.’ Kemudian Nabi Khidr berkata, ‘Jika benar
demikian maka katakanlah siapakah aku ini?’ Ia menjawab ‘Kamu adalah nabi
Khidr’. Nabi Khidr berkata. ‘dengan demikian aku mengetahui bahwa ada sebagian
wali Allah yang tidak aku ketahui dikarenakan ketinggian derajatnya.” (Tablighi
Nishab, bab Fadha’ilul Hajj, hal 135)
Banyak lagi
hikayat-hikayat lainnya di samping dongeng-dongeng di atas, yang mana di dalam
buku ini banyak sekali berserakan di dalamnya mitos, kebatilan, khurafat dan
bid’ah. Apakah gerangan yang diinginkan pengarang buku ini dengan memuat segala
malapetaka ini? Bagiamana bisa Jama’ah Tabligh menerima sesuatu yang rasanya
pahit ini? Bagiamanakah sikap ulama’ mereka terhadap bahaya sufistik ini?
Apakah ada yang bisa menjawab? Hanya Allah lah tempat mengadu…!!!
PERNYATAAN
ULAMA’-ULAMA’ SUNNAH TENTANG JAMA’AH TABLIGH·
Syaikh
Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashrudin Al-Albani –Rahimahullah- dalam
fatawa Al-Imarotiyah hal. 30 ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau
memberikan jawaban : “Da’wah Jama’ah Tabligh adalah sufi masa kini (shufiyyah
ashriyyah) yang tidak berpijak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya…”
· Fatwa terakhir
Samahatusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim ‘alu Syaikh –Rahimahullah- : “Saya
jelaskan bahwa jam’iyyah ini (jama’ah tabligh, peny.) adalah jam’iyah yang
tidak kebaikan padanya. Sebab itu jam’iyah ini adalah bid’ah lagi sesat
menyesatkan.” (fatawa Syaikh Ibrahim, hal. 405 tanggal 29/1/82 H)
Fatwa terakhir Al-Allamah Samahatusy-Syaikh
Abdullah bin Abdul Aziz bin Baaz –Rahimahullah-, ketika beliau ditanya mengenai
jama’ah tabligh, beliau menjawab : “…Jama’ah Tabligh dari India yang sudah
dikenal ini terdapat khurafat, bid’ah dan syirik pada mereka…” (Fatwa terakhir
Syaikh bin Bazz dikutip dari kaset Ta’qib Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Bazz
‘ala Nadwah.)
· Syaikh Hammud bin Abdullah
At-Tuwaijiri –Rahimahullah- ketika ditanya tentang jama’ah tabligh, beliau
menjawab secara terperinci dalam Al-Qoul Al-Baligh fi ar-Roddi ‘ala jama’atit
tabligh yang intinya adalah : “Saya katakan bahwa jama’ah tabligh itu kelompok
yang sesat lagi bid’ah. Mereka tidaklah mengikuti jalan yang telah ditempuh
Rasulullah dan sahabatnya, juga para tabi’in. Akan tetapi mereka mengikuti
metode shufiyyah yang bid’ah…”
· Syaikh Ali Hasan ketika
ditanya mengenai kebaikan jama’ah tabligh karena banyaknya pemuda yang masuk
islam melalui da’wah mereka, menjawab : “Perkataan itu benar namun kurang!
Benar jama’ah tabligh menda’wahi banyak manusia dimana menghasilkan orang yang
dahulunya berandalan sekarang bertaubat, tetapi sebagaimana pendapat ulama’,
bahwasanya hidayah itu ada dua, yakni hidayah ‘ila thariq (ke jalan) dan
hidayah fi thariq (di jalan). Ya.. memang jama’ah tabligh ini mendakwahi
manusia ‘ila thariq, tapi mereka tidak berdakwah fi thariq. Bagaimana tidak !!!
aqidah mereka saja hancur!!! Mereka mengatakan dalam kitab mereka yang masyhur
tablighi nishab yang penuh dengan khurafat serta penyimpangan-penyimpangan…”
(kaset muhadharah Syaikh Ali berjudul Manhaj as-Salaf).
· Fatawa Lajnah Al-fatawa fi
idaratil Buhuts al-ilmiyyah wal ifta’ wad da’wah wal irsyad, menyatakan :
“Jama’ah Tabligh sangat berlebihan dalam hal-hal negatif dan generalisasi
terhadap suatu masalah. Jama’ah tabligh tidak jelas mengikuti apa yang telah
dilakukan oleh Rasulullah dalam berdakwah sampai dengan perincian
prinsip-prinsip syariat islam dan cabang-cabang hukumnya…” (dinukil oleh Ust.
Falih Nafi’ dalam kitabnya Ad-Diinun-Nashiihah hal 17-18)
NASIHAT BAGI JAMA’AH
TABLIGH
Kami
nasihatkan bagi jama’ah tabligh dan orang-orang yang simpati pada da’wah
mereka, termasuk orang-orang yang mengepankan ukhuwwah dan tidak menegakkan
pilar saling menasihati dan membiarkan kebathilan dan kesalahan seperti ini
dipendam dengan maksud menjaga ukhuwwah dan supaya ummat tidak terpecah belah,
agar : 1. Bertakwa kepada Allah, takut akan siksa-Nya dan adzab-Nya. Menjauhi
apa-apa yang dilarang-Nya dan meninggalkan segala hal yang mengakibatkan
murka-Nya.2. Bertaubat kepada Allah akan kesalahan-kesalahan kita, berjanji
tidak akan mengulanginya, dan meninggalkan segala pemahaman-pemahaman sesat dan
salah yang selama ini kita pegang.
3. Menuntut ilmu dien yang
syar’i yang selaras dengan pemahaman salaf ash-sholih, mengamalkannya,
mendakwahkannya dan sabar dalam memeliharanya.
4. Senantiasa menegakkan pilar
nasehat-menasehati dan tolong menolong dalam kebenaran dan ketakwaan.
Catatan kaki :
[1] keluar wilayah
untuk berdakwah dengan jumlah waktu yang telah ditentukan seperti 4 bulan, 40
hari, seminggu, dls.
[2] baca ‘Jama’ah
Tabligh’ karya M. Aslam Al-Bakistani –beliau mantan tokoh Jama’ah tabligh yang
ruju’ /taubat dari manhaj tablighi-
[3] akan datang
keterangannya mengenai kesesatan aqidah jama’ah tabligh ini.
[4] tersingkapnya
tabir ghaib sehingga manusia dapat mengetahui yang ghaib dan ini merupakan
aqidah shufi yang rusak
[5] keyakinan adanya
wali-wali kutub yang memiliki kemampuan mempengaruhi kahidupan makhluk –ini
termasuk kesyirikan yang nyata
[6] (ucapan-ucapan
yang keluar dari orang-orang shufiyah ketika akal mereka hilang dan mereka
menganggap mereka (orang-orang shufiyah ini, peny.) dalam maqam yang paling
tinggi dan ucapannya hampir seperti wahyu –Wallahul musta’an)
[7] mencari berkah
baik di kuburan ataupun di tempat-tempat yang dikeramatkan dan ini termasuk
kesyirikan yang nyata
[8] Baca kitab mereka
yang berjudul Bahjatul qulub karya Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh jama’ah
tabligh, buku ini penuh dengan keanehan-keanehan, kesyirikan dan kebid’ahan
yang sesat lagi menyesatkan.
[9] Atau dikenal
dengan Fadhailul ‘amal. Nama fadhailul ‘amal ini diambil sebagai upaya
pentalbisan dengan mengangkat kebolehan penggunaan hujjah hadits dhaif dalam
fadhilah ‘amal (amalan fadhilah), namun mereka melupakan syarat-syarat bolehnya
hadits dhoif digunakan sebagai fadhilah amal, lebih jauh lagi, kitab ini bukan
hanya mengangkat hadits dhoif saja, namun juga maudhu’, hikayat-hikayat, dan
dongeng-dongeng palsu.
[10] Yaitu Bukhari
Muslim, wallahu a’lam
[11] Akan menyusul
contoh-contohnya dalam risalah ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar