Perayaan ulang tahun sudah
ada di Eropa sejak berabad-abad silam. Orang-orang pada zaman itu percaya, jika
seseorang berulang tahun, setan-setan berduyun-duyun mendatanginya. Nah, untuk
melindunginya dari gangguan para makhluk jahat tersebut, keluarga dan kerabat
pun diundang untuk menemani, sekaligus membacakan doa dan puji-pujian bagi yang
berulang tahun. Pemberian kado atau bingkisan juga dipercaya akan menciptakan
suasana gembira yang akan membuat para setan berpikir ulang ketika hendak
mendatangi orang yang berulang tahun. Ini memang warisan zaman kegelapan Eropa.
Berdasarkan catatan tersebut,
awalnya perayaan ulang tahun hanya diperuntukkan bagi para raja. Mungkin,
karena itulah sampai sekarang di negara-negara Barat masih ada tradisi
mengenakan mahkota dari kertas pada orang yang berulang tahun. Namun seiring
dengan perubahan zaman, pesta ulang tahun juga dirayakan bagi orang biasa.
Bahkan kini siapa saja bisa merayakan ulang tahun. Utamanya yang punya duit.
Jadi Tradisi ulang tahun sama
sekali tidak memiliki akar sejarah dalam islam. Islam tak pernah diajarkan
untuk merayakan ulang tahun. Kalo pun kemudian ada orang yang berargumen bahwa
dengan diperingatinya Maulid Nabi, hal itu menjadi dalil kalo ulang tahun boleh
juga dalam pandangan Islam. Maka ini adalah argumen yang tidak tepat.
Rasulullah SAW sendiri tak
pernah mengajarkan kepada kita melalui hadisnya untuk merayakan maulid Nabi.
Maulid Nabi, itu bukan untuk diperingati, tapi tadzkirah, alias peringatan.
Maksudnya? Jika kita baca buku tarikh Islam, di dalamnya terdapat catatan bahwa
Sultan Shalahuddin al-Ayubi amat prihatin dengan kondisi umat Islam pada saat
itu. Di mana bumi Palestina dirampas oleh Pasukan Salib Eropa. Sultan
Shalahuddin menyadari bahwa umat ini lemah dan tidak berani melawan kekuatan
Pasukan Salib Eropa yang berhasil menguasai Palestina, lebih karena mereka
sudah terkena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati). Mereka bisa menjadi
seperti itu karena mengabaikan salah satu ajaran Islam, yakni jihad. Bahkan ada
di antara mereka yang tidak tahu menahu dengan perjuangan Rasulullah SAW dan
para sahabatnya.
Untuk menyadarkan kaum muslimin
tentang pentingnya perjuangan, Sultan Shalahuddin menggagas ide tersebut, yakni
tadzkirah terhadap Nabi, yang kemudian disebut-entah siapa yang
memulainya-sebagai maulid nabi. Tujuan intinya mengenalkan kembali perjuangan
Rasulullah dalam mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Singkat cerita, kaum muslimin
saat itu sadar dengan kelemahannya dan mencoba bangkit. Dengan demikian,
berkobarlah semangat jihad dalam jiwa kaum muslimin, dan bumi Palestina pun
kembali ke pangkuan Islam, tentu setelah mereka mempecundangi Pasukan Salib
Eropa. Jadi Maulid nabi bukan dalil dbolehkannya pesta ulang tahun.
Kembali ke pokok pembicaraan,
Pesta ulang tahun bukanlah warisan Islam. Tapi warisan asing, alias ajaran di
luar Islam. Lalu gimana jika kita melakukannya? Berdosakah? karena tradisi itu
adalah tradisi orang-orang Eropa, yang saat itu berkembang ajaran Kristen, maka
pesta ultah tentu saja merupakan tradisi kaum non-muslim. Jika kita
melakukannya, maka termasuk dosa.
Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka.”
(HR. Abu Dawud).
Dalam riwayat lain.
Rasulullah SAW bersabda : “Kamu
telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal,
sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak, kamu
tetap mengikuti mereka. Kami bertanya : Wahai Rasulullah, apakah yang engkau
maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda
bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?” (HR. Bukhari Muslim).
Dari sini jelas bahwa hukum
merayakan ultah adalah haram.
Mungkin ada pertanyaan seperti
ini, “Bolehkah merayakan ulang tahun dalam arti berdoa atau mendoakan agar yang
berulang tahun selamat, sehat, takwa, panjang umur, dan seterusnya. Semua itu
dilakukan dengan cara dan isi doa yang syar’i, tanpa upacara tiup lilin dan sebagainya
seperti cara Barat, lalu dilanjutkan acara makan-makan. Bolehkah?”
Jawabannya, berdoa dan
makan-makan adalah halal. Tetapi bila dilakukan pada hari seseorang berulang
tahun, maka akan terkena hukum haram ber-tasyabbuh bil kuffar. Jadi di sini
akan bertemu hukum haram dan halal. Dalam kondisi seperti ini wajib diutamakan
yang haram daripada yang halal sebab kaidah syara’ menyebutkan : “Idza ijtama’a
al halaalu wal haraamu, ghalaba al haramu al halaala.” Artinya, “Jika bertemu
halal dan haram (pada satu keadaan) maka yang haram mengalahkan yang halal.”
(Kitab as-Sulam, Abdul Hamid Hakim).
Dengan demikian, jika merayakan
ultah diartikan sebagai “berdoa dan makan-makan”, dan dilaksanakan pada hari
ultah, hukumnya haram, sesuai kaidah syar’i di atas. Akan tetapi jika
dilaksanakan bukan pada hari ultah, maka hukumnya –wallahu a’lam bi ash shawab–
menurut pemahaman kami adalah mubah secara syar’i. Sebab hal itu tidak termasuk
tasyabbuh bil kuffar karena yang dilakukan pada faktanya adalah “berdoa plus
makan-makan”, yang mana keduanya adalah boleh secara syar’i. Lagi pula hal itu
dilakukan tidak pada hari ultah sehingga di sini tidak terjadi pertemuan halal
dan haram sebagaimana kalau acara tersebut dilaksanakan pada hari ultah.
Wallahu a’lam.
Allah SWT Berfirman :
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.” (QS. ali Imrân [3] : 85). dan “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan
hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. al-Isrâ’ [17] : 36).
Rasullah SAW juga bersabda :
Belum sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sebelum hawa nafsunya mengikuti
apa yang aku bawa (al-Qur’an). (Hadits ke-41 dalam Hadits al-Arba’in karya Imam
Nawawi).
Bagaimana dengan Hukum
Mengucapkan Selamat Ulang Tahun Dalam Islam?
Perayaan ulang tahun adalah
bid’ah. Mengapa? Ada dua landasan yang diikuti oleh umat Islam: Qur’an dan
sunnah Rasulullah saw. Sunnah ini kemudian terbagi atas ucapan, perbuatan, atau
niat Rasulullah saw yang kemudian tidak sempat terlaksana karena beliau
meninggal dunia sebelum sempat melaksanakannya.
Mengucapkan selamat ulang tahun
(kata Dipo, istilah yang kemudian diarabisasikan adalah milad dan hari lahir)
ini adalah salah satu hal yang tidak dituntunkan oleh teladan umat Islam,
Rasulullah saw. Jika mengucapkan selamat hari lahir adalah tuntunan, Rasulullah
pasti akan membiasakan hal tersebut pada umatnya. Selain itu, tradisi perayaan
ulang tahun atau hari lahir ini adalah budaya kaum nonmuslim. Berdasarkan hadis
Rasulullah saw, seseorang yang mengikuti suatu kaum maka ia termasuk ke dalam
golongan itu. Perayaan hari lahir ini telah tercipta sejak jaman Nabi Nuh as.
Salah satu anaknya kemudian mengadakan perayaan hari lahirnya. Karenanya, umat
muslim yang memiliki prinsip hidup yang unik tidak diperbolehkan untuk
mengikuti kaum lain, apalagi kaum kafir dan nonmuslim. Kegiatan yang mengikuti tradisi
umat lain dinamakan juga tasyabbuh.
Ustad Maknun Prawiro mengatakan
bahwa ada tiga hal yang menyebabkan kerusakan dalam agama Islam, yakni:
1. Mengikut-ikutii kaum lain
2. Pluralisme
3. Pendangkalan aqidah
1. Mengikut-ikutii kaum lain
2. Pluralisme
3. Pendangkalan aqidah
Tentu saja tak seorang pun dari
kita ingin menyebabkan kerusakan dalam agama Islam bukan? Apalagi mengucapkan
selamat ulang tahun saya rasa adalah hal yang sepele. Tapi, ini berkaitan
dengan bid’ah, dan orang yang melakukan bid’ah tak termasuk umat Rasulullah saw
yang mendapat syafaat.
Merayakan dan mengucapkan
selamat ultah juga tidak ada contohnya dari Nabi dan para sahabat, sehingga
dilarang dalam Islam, bahkan jatuh ke dalam tasyabbuh/ menyerupai orang kafir.
dari Ibnu Umar ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa bertasyabuh
dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud dan Ahmad]
Bagaimana pendapat rekan-rekan
semua? sudah jelaskah pemaparan diatas? hal-hal kecil, sepele ternyata
berdampak buruk terhadap umat? jika bukan kita yang memperbaikinya, siapa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar