Penelitian dan pemaparan Mohammad Sakher:
Setelah menemukan fakta-fakta di bawah ini, Rejim Saudi memerintahkan untuk membunuhnya.
Setelah menemukan fakta-fakta di bawah ini, Rejim Saudi memerintahkan untuk membunuhnya.
Di Najd, pada tahun 851 H
serombongan bani Al-Masalikh, keturunan Suku Anza, membentuk sebuah kafilah
dipimpin oleh Sahmi bin Hathlul, ditugaskan untuk membeli bahan makanan,
biji-bijian gandum dan jagung ke Iraq. Ketika sampai di Bashra, mereka langsung
menuju ke sebuah toko pakan yang pemiliknya seorang Yahudi bernama Mordakhai
bin Ibrahim bin Moshe. Ketika sedang berlangsung tawar-menawar, Yahudi si
pemilik toko bertanya kepada mereka: "Berasal dari suku manakah
Anda?". Mereka menjawab: "Kami berasal dari Bani Anza", salah
satu Suku Al-Masalikh". Mendengar nama suku itu disebut,
orang Yahudi itu memeluk mereka dengan mesra sambil
mengatakan bahwa dirinya juga berasal dari Suku Al-Masalikh, namun menetap di
Bashra, Iraq karena permusuhan keluarga antara ayahnya dengan anggota Suku Anza
lainnya.
Setelah Mordakhai bin Ibrahim bin
Moshe mengatakan kepada mereka ceritera yang direkayasa mengenai dirinya, dia
kemudian memerintahkan kepada pembantunya untuk menaikkan barang-barang
belanjaan kafilah itu ke atas Unta-unta mereka. Sikap Mordakhai bin Ibrahim bin
Moshe yang dinilai baik dan tulus itu membuat kagum rombongan bani Masalikh dan
sekaligus menimbulkan kebanggaan mereka karena bertemu saudara sesama suku di
Iraq - dimana mereka mendapatkan bahan makanan yang sangat mereka perlukan,
mereka percaya kepada setiap kata yang diucapkan Mordakhai bin Ibrahim bin
Moshe, karena dia seorang pedagang kaya komoditi pakan, mereka menyukai
Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe (walaupun sebenarnya dia bukan orang Arab dari
suku Al-Masalikh, tapi seorang Yahudi yang berpura-pura)
Saat kafilah sudah siap akan kembali
ke Najd, pedagang orang Yahudi itu meminta ijin menumpang dengan mereka pergi
ke tempat asalnya, Najd. Permintaan pedagang Yahudi itu diterima dengan senang
hati oleh rombongan bani Al-Masalikh.
Akhirnya Mordakhai bin Ibrahim bin
Moshe sampai di Najd. Di Najd ia mulai menyebarluaskan propaganda dirinya
dibantu beberapa orang dari bani Al-Masalikh yang baru tiba bersama-'sama dia
dari Bashra. Propagandanya berhasil, sejumlah orang mendukungnya, tetapi
ditentang oleh yang lain dipimpin oleh Shaikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi,
ulama di kota Al-Qasim, yang wilayah dakwahnya meliputi Najd, Yaman dan Hijaz. Ia
mengusir Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe ( nenek moyang Keluarga Saudi yang
saat ini berkuasa ) dari kota Al-Qasim ke kota Al-Ihsa, di sana ia mengganti
namanya menjadi Markhan bin Ibrahim Musa . Kemudian dia pindah ke daerah
Dir´iya dekat Al-Qatif. Di daerah ini dia mulai menyebarkan ceritera rekayasa
kepada penduduk mengenai Perisai Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam
yang dirampas sebagai rampasan perang oleh orang musyrik Arab sewaktu Perang
Uhud. Perisai itu kemudian dijual oleh orang musyrik Arab kepada Suku Yahudi
Bani Qunaiqa dan menyimpannya sebagai koleksi barang berharga. Perlahan tapi
pasti, Markhan bin Ibrahim Musa menanamkan pengaruhnya di antara orang-orang
Badui melalui ceritera fiktif yang hal ini memberitahu kita bagaimana berpengaruhnya
suku-suku Yahudi di Arab dengan menempati kedudukan terhormat. Dia menjadi
orang penting diantara suku Badui dan memutuskan untuk tetap tinggal di kota
Dir´iya, dekat Al-Qatif kemudian memutuskan menjadikannya sebagai ibukota di
Teluk Persia. Ia bercita-cita menjadikan kota itu sebagai batu loncatan untuk
membangun kerajaan Yahudi di Tanah Arab.
Dalam rangka memenuhi ambisisnya,
dia mulai mendekati dan mempengaruhi suku Arab Badui padang pasir untuk
mendukung posisinya, kemudian menobatkan dirinya sebagai raja mereka.
Pada saat yang genting ini, Suku
Ajaman bersama-sama dengan Suku Bani Khalid mencium bahaya Yahudi licik ini dan
sangat mengkhawatirkan rencana jahatnya, karena dia telah dapat mengukuhkan
identitasnya sebagai orang Arab. Mereka sepakat untuk menghentikannya, kemudian
menyerang kota Dar'iya dan berhasil menaklukannya, tetapi sebelum menawan
Markhan bin Ibrahim Musa, dia melarikan diri.
Dalam pelariannya, Yahudi nenek
moyang Keluarga Saudi (Mordakhai) mencari perlindungan di sebuah perkebunan
Al-Malibiid-Ghusaiba dekat Al-Arid, milik orang Arab. Sekarang kota itu bernama
Al-Riyadh.
Mordakhai meminta perlindungan
politik kepada pemilik perkebunan. Pemiliknya yang ramah itu kemudian segera
memberikan tempat perlindungan. Namun belum juga sampai sebulan dia tinggal di
perkebunan itu, Mordakhai membunuh pemilik beserta anggota keluarganya,
kemudian mengarang ceritera bahwa mereka dibunuh oleh perampok. Dia juga
mengaku telah membeli real estate dari pemiliknya sebelum kejadian tragis itu.
Maka tinggallah dia disana sebagai pemilik tanah yang baru, kemudian daerah itu
diberi nama baru Al-Di'riya, nama yang sama dengan tempat sebelumnya yang ia
tinggalkan.
Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi
(Mordakhai) segera membangun sebuah "Guest House" yang disebutnya
"Madaffa" di atas tanah yang direbut dari korbannya. Kemudian
berkumpullah disekelilinya kelompok munafik yang mulai menyebarkan propaganda
bohong bahwa Mordakhai adalah seorang Seikh Arab terkemuka. Mereka merencanakan
membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi, musuh bebuyutan Mordakhai dan
berhasil membunuhnya di sebuah mesjid di kota Al-Zalafi.
Mordakhai puas telah berhasil
membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al- Tamimi, kemudian menjadikan
Al-Dir'iya sebagai tempat tinggalnya. Di Al-Dir'iya dia berpoligami dan
beranak'pinak, anak-anaknya diberi nama asli Arab.
Sejak saat itu keturunan dan
kekuasaan mereka tumbuh berkembang di bawah nama Suku Saudi, mereka juga
mengikuti jejak Mordakhai dan kegiatannya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi
serta berkonspirasi melawan bangsa Arab. Secara ilegal mereka menguasai daerah
pedalaman dan tanah-tanah perkebunan, membunuh setiap orang yang mencoba
menghalangi rencana jahat mereka. Untuk mempengaruhi penduduk di wilayah itu,
mereka menggunakan segala macam jenis tipu daya untuk mencapai tujuannya:
mereka suap orang-orang yang tidak sefaham dengan uang dan perempuan. Mereka
suap penulis sejarah untuk menuliskan biografi sejarah keluarganya yang bersih
dari kejahatan, dibuatkannya silsilah keluarga bersambung kepada Suku Arab
terhormat seperti Rabi'?, Anza dan Al-Masalikh.
Seorang munafik zaman kiwari bernama
Mohammad Amin Al-Tamimi - Direktur/Manager Perpustakaan Kontemporer Kerajaan
Saudi, menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk Keluarga Yahudi ini
(Keluarga Saudi), menghubungkan garis keturunan mereka kepada Nabi Muhammad
Shallalahu 'Alaihi wa Sallam . Sebagai imbalan pekerjaannnya itu, ia menerima
imbalan sebesar 35.000 (Tiga Puluh Lima Ribu) Pound Mesir dari Duta Besar Saudi
Arabia di Kairo pada tahun 1362 H atau 1943 M. Nama Duta Besar Saudi Arabia itu
adalah Ibrahim Al-Fadel.
Seperti disebutkan di atas, Yahudi
nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai), yang berpoligami dengan wanita-wanita
Arab melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami Mordakhai dilanjutkan oleh
keturunannya, dan mereka bertaut kepada warisan perkawinan itu.
Salah seorang anak Mordakhai bernama
Al-Maqaran, (Yahudi: Mack-Ren) mempunyai anak bernama Muhammad, dan anak yang
lainnya bernama Saud, dari keturunan Saud inilah Dinasti Saudi saat ini.
Keturunan Saud (Keluarga Saud)
memulai melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan
dalih mereka murtad, mengkhianati agama Islam, meninggalkan ajaran-ajaran
Al-Quran, dan keluarga Saud membantai mereka atas nama Islam.
Di dalam buku sejarah Keluarga Saudi
halaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saudi menyatakan bahwa Dinasti
Saudi menganggap semua penduduk Najd menghina tuhan, oleh karena itu darah
mereka halal, harta-bendanya dirampas, wanita-wanitanya dijadikan selir, tidak
seorang islampun dianggap benar, kecuali pengikut sekte Muhammad bin Abdul
Wahhab (yang aslinya juga keturunan Yahudi Turki). Doktrin Wahhabi memberikan
otoritas kepada Keluarga Saudi untuk menghancurkan perkampungan dan
penduduknya, termasuk anak-anak dan memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita
hamil, memotong tangan anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka
diberikan kewenangan dengan Ajarannya yang Kejam ( Brutal Doctrin ) untuk
merampas semua harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang
dari ajaran agama karena tidak mengikuti ajaran Wahhabi.
Keluarga Yahudi yang jahat dan
mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama sekte agama palsu
mereka (sekte Wahhabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang Yahudi untuk
menaburkan benih-benih teror di dalam hati penduduk di kota-kota dan desa-desa.
Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti nama Semenanjung Arabia dengan
nama keluarga mereka, menjadi Saudi Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu
milik pribadi mereka, dan penduduknya sebagai bujang atau budak mereka, bekerja
keras siang dan malam untuk kesenangan tuannya, yaitu Keluarga Saudi.
Mereka dengan sepenuhnya menguasai
kekayaan alam negeri itu seperti miliknya pribadi. Bila ada rakyat biasa
mengemukakan0 (sembilan pukuh) Suite rooms di Grand Hotel dengan harga $1 juta
semalamnya. Dapatkah kita memberikan komentar terhadap pemborosan yang
dilakukan keluarga kerajaan seperti itu, yang pantas adalah: Dihukum pancung di
lapangan terbuka.
Pada tahun 1960'an, pemancar radio "Sawt
Al-Arab" di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana'a, Yaman, membuktikan
bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi.
Kesaksian bahwa nenek moyang
Keluarga Saudi adalah Yahudi:
- Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa
keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada the WASHINGTON
POST pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa: "Kami,
Keluarga Saudi, adalah keluarga Yahudi: Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap
penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi,
sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi
Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke
seluruh dunia". Itulah pernyataan Raja Faisal Al-Saud bin Abdul Aziz.
Hafb, kakekku, Saud Awal,
menceriterakan saat menawez Wahbi, Penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi
menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul "Semenanjung Arabia" bahwa
Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan: "Pesan Kami (Pesan Saudi)
dalam menghadapi oposisi dari Suku-suku Araan sejumlah Shaikh dari Suku Mathir,
dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk menengahi dan meminta
membebaskan semua tawanannya, Saud Awal memberikan perintah kepada
orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian mempermalukan
dan menurunkan nyali para penengah dengan cara mengundang mereka ke jamuan
makan, makanan yang dihidangkan adalah daging manusia yang sudah dimasak,
potongan kepala tawanan diletakkannya di atas piring. Para penengah menjadi
terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri, karena mereka
menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga.
Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang
mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa,
kesalahan mereka karena menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan
sewenang-wenang.
Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan
bahwa, berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Shaikh suku Mathir,
dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan
pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz Al-Saud bernama Faisal
Al-Darwis. Diceriterakannya kisah itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud
mencegah agar mereka tidak meminta pembebasan pimpinan mereka, bila tidak,
mereka akan diperlakukan sama. Dia bunuh Shaikh Faisal Darwis dan darahnya
dipakai untuk berwudlu sebelum dia shalat. (melaksanakan ajaran menyimpang
Wahhabi). Kesalahan Faisal Darwis waktu itu karena dia mengkritik Raja Abul
Aziz Al-Saud, ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa
Inggris pada tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi,
tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.
Sistem rejim Keluarga Yahudi
(Keluarga Saudi) dulu dan sekarang masih tetap sama: Tujuan-tujuannya adalah:
merampas kekayaan negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis
kekejaman, ketidakadilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu
dilaksanakan sesuai dengan ajarannya Sekte Wahhabi yang membolehkan memenggal
kepala orang yang menentang ajarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar