وَلَوْ شِئْنَا لَبَعَثْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ
نَّذِيرًا فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
"Dan andaikata Kami
menghendaki, benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang
memberi peringatan (rasul) Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur`an dengan jihad yang besar". [Al
Furqon : 51-52]
Surat ini dikategorikan sebagai surat Makkiyah, yaitu turun ketika Nabi n masih di Mekkah. Rahasia pertama ayat ini menunjukkan, bahwa makna jihad dalam ayat ini ialah jihad dengan menegakkan hujjah dan argumentasi terhadap orang kafir, yakni dengan menyampaikan Al Qur`an, sebagaimana berjihad melawan orang munafik hanyalah dengan menegakkan hujjah, menunjukkan kepada kebenaran dan membantah kebatilan.
Surat ini dikategorikan sebagai surat Makkiyah, yaitu turun ketika Nabi n masih di Mekkah. Rahasia pertama ayat ini menunjukkan, bahwa makna jihad dalam ayat ini ialah jihad dengan menegakkan hujjah dan argumentasi terhadap orang kafir, yakni dengan menyampaikan Al Qur`an, sebagaimana berjihad melawan orang munafik hanyalah dengan menegakkan hujjah, menunjukkan kepada kebenaran dan membantah kebatilan.
Adapun rahasia yang kedua, bahwa
Allah memerintahkan jihad (berperang dengan pedang dan kekuatan) melawan
orang-orang kafir, yaitu setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabat memiliki syarat-syarat untuk menegakkan jihad. Oleh sebab itu, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat tidak diperintahkan berjihad
ketika Beliau di Mekkah, karena saat itu mereka berada di bawah kekuasaan
musuh. Dan setelah Beliau di Madinah dan telah memiliki persiapan untuk
berperang, maka syariat berjihad diperintahkan.
Ketahuilah wahai kaum muslimin, semoga Allah senantiasa merahmati kita. Tidak mungkin kaum Muslimin bisa memerangi orang kafir, kecuali dengan persiapan dan senjata. Sebagai pelajaran, Allah telah menjelaskan keberadaan orang-orang munafik yang enggan berangkat berperang, sehingga mereka tidak mengadakan persiapan. Allah berfirman:
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِن كَرِهَ اللهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ
Ketahuilah wahai kaum muslimin, semoga Allah senantiasa merahmati kita. Tidak mungkin kaum Muslimin bisa memerangi orang kafir, kecuali dengan persiapan dan senjata. Sebagai pelajaran, Allah telah menjelaskan keberadaan orang-orang munafik yang enggan berangkat berperang, sehingga mereka tidak mengadakan persiapan. Allah berfirman:
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِن كَرِهَ اللهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ
"Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka
menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai
keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan
kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama orang-oang yang tinggal itu”. [At
Taubah : 46].
Lalu Allah memerintahkan kepada para mujahidin agar
mengadakan persiapan perang. Allah berfirman.
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ ...
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ ...
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah ……" [Al Anfal :
60]
Ingatlah, orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan
Nasrani atau yang lainnya, mereka akan senantiasa meneror dan membikin makar
terhadap kaum muslimin dari dua sisi.
Pertama : Teror pemikiran (irhab fikri). Yaitu usaha orang-orang kafir untuk menggelincirkan kaum Muslimin dari kemurnian ajaran agama yang haq ini. Mereka melontarkan syubhat-syubhat, tadlis (pemalsuan), talbis (kerancuan), sehingga bisa menumbuhkan sikap keragu-raguan kaum muslimin terhadap kebenaran ajaran Islam. Program ini dikemas dengan dukungan dana yang dikucurkan kepada kalangan ahli bid’ah yang telah menyeru manusia ke jurang api neraka.
Pertama : Teror pemikiran (irhab fikri). Yaitu usaha orang-orang kafir untuk menggelincirkan kaum Muslimin dari kemurnian ajaran agama yang haq ini. Mereka melontarkan syubhat-syubhat, tadlis (pemalsuan), talbis (kerancuan), sehingga bisa menumbuhkan sikap keragu-raguan kaum muslimin terhadap kebenaran ajaran Islam. Program ini dikemas dengan dukungan dana yang dikucurkan kepada kalangan ahli bid’ah yang telah menyeru manusia ke jurang api neraka.
Untuk menyempurnakan programnya ini, mereka menempuh
berbagai cara. Di antaranya :
1. Pertukaran pelajar, sebagai sarana pencucian otak anak-anak kaum Muslimin. Sehingga setelah pelajar-pelajar Islam ini pulang, akan menjadi pion mempropagandakan syubhat-syubhat.
2. Orientalis, dari sinilah musuh-musuh Allah melakukan gerakan-gerakan tersembunyi dengan dalil riset dan penelitian ilmiyah. Para orientalis tersebut bekerja untuk kepentingan intelejen Kristen dan Yahudi.
1. Pertukaran pelajar, sebagai sarana pencucian otak anak-anak kaum Muslimin. Sehingga setelah pelajar-pelajar Islam ini pulang, akan menjadi pion mempropagandakan syubhat-syubhat.
2. Orientalis, dari sinilah musuh-musuh Allah melakukan gerakan-gerakan tersembunyi dengan dalil riset dan penelitian ilmiyah. Para orientalis tersebut bekerja untuk kepentingan intelejen Kristen dan Yahudi.
Kedua : Teror fisik (irhab jasadi). Yaitu usaha
orang-orang kafir untuk membunuh kaum Muslimin, menguasai negara-negara Islam,
menguasai perekonomian kaum Muslimin serta menjajah negara-negara Islam.
Maka menjadi kewajiban kaum Muslimin untuk melakukan
persiapan agar mampu menegakkan tugas jihad ini, sehingga kaum Muslimin bisa mencapai
kejayaan. Karena telah menjadi ketentuan Allah, bahwa segala akibat ada
sebabnya.
Wahai kaum muslimin, semoga Allah merahmati kita. Kita
memiliki keinginan yang sama untuk menegakan panji jihad dan menegakkan
panji-panji Allah di muka bumi dan merindukan kemenangan. Untuk mengemban tugas
ini, Allah telah mensyaratkan bagi kita dua hal. Barangsiapa yang dapat
memenuhinya, maka ia akan sampai kepada apa yang diinginkannya. Kedua syarat
tersebut ialah :
Pertama : Al i’dad al imani (mempersiapan kekuatan
iman), hal itu karena Allah telah memberikan jaminan kemenangan bagi ahli iman.
Kedua : Al i’dad al madi (mempersiapkan perbekalan
materiil), meliputi mempersiapan perlengkapan senjata dan sejenisnya, yang
merupakan syarat penting untuk melawan mereka. Allah berfirman, yang artinya:
"Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang yang dengan persiapan itu
kamu menggentarkan musuh Allah". [Al Anfal 60].
Dari dua syarat ini, al i‘dad al imani harus lebih
didahulukan daripada al i’dad al madi. Rasul yang mulia telah menempuh jalan
ini dan telah menyempurnakannya.
TENTANG AL I‘DAD AL IMANI
Al i’dad al imani adalah takwa kepada Allah. Takwa
merupakan persiapan pertama dan utama, karena Allah telah menjanjikan
kemenangan, dan akan memberikan pertolongan hanya kepada orang-orang yang
bertakwa. Allah berfirman :
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
لاَنَسْئَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu
adalah bagi orang yang bertakwa". [Thaha:132]
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ اْلأَرْضَ للهِ يُورِثُهَا مَن يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ اْلأَرْضَ للهِ يُورِثُهَا مَن يَّشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
"Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah
pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; dipusakakanNya kepada siapa yang dikehendakiNya
dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang
bertakwa". [Al ‘A’raf:128]
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم
مُّحْسِنُونَ
"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan" [An Nahl:128].
Rukun Takwa
Rukun takwa ada tiga. Pertama, al ikhlash (tauhid)
memurnikan ibadah hanya kepada Allah. Kedua, al ittiba’ (mengikuti Rasulullah).
Ketiga, ilmu.
Berkaitan dengan pentingnya dan keutamaan ikhlas
(tauhid) ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mendiamkan pelanggaran
terhadap tauhid, meskipun dalam peperangan.
At Tirmidzi telah meriwayatkan dari sahabat Abi Waqid Al Laitsi, ia berkata: Suatu saat kami pergi bersama Rasulallah ke Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru lepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang kafir musyrikin mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzatu Anwath. Mereka selalu mendatanginya dan menggantung senjata-senjatanya pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kamipun berkata: “Wahai Rasulullah! Buatkan untuk kami Dzat Anwath,” maka Rasulullah bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
"Allahu Akbar. Itu adalah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Demi Allah, yang diriku berada di tanganNya. Kamu benar-benar telah mengatakan sesuatu perkataan seperti yang telah dikatakan Bani Israil kepada Musa,”Buatlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan”. Musa menjawab,”Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang tidak mengerti. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelummu”. [HR Tirmidzi].
Seandainya para aktifis pergerakan dan juru dakwah saat ini mencermati kandungan dan rahasia yang terdapat dalam hadits ini, tentulah mereka tidak akan meremehkan perkara tauhid dengan alasan ingin mendapatkan jumlah pendukung yang banyak dan menyatukan kaum Muslimin. Lihatlah, apa yang diperbuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ; Beliau tidak berdiam diri untuk tidak mengingkari kemusyrikan karena ingin mempertahankan jumlah yang banyak, atau alasan khawatir akan terjadi perpecahan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia mengetahui, seandainya orang-orang yang baru masuk Islam itu didiamkan dalam keadaan musyrik, tentulah mereka akan menjadi fitnah bagi kaum Muslimin, dan menjadi penyebab utama kekalahan.
At Tirmidzi telah meriwayatkan dari sahabat Abi Waqid Al Laitsi, ia berkata: Suatu saat kami pergi bersama Rasulallah ke Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru lepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Ketika itu orang-orang kafir musyrikin mempunyai sebatang pohon bidara yang disebut Dzatu Anwath. Mereka selalu mendatanginya dan menggantung senjata-senjatanya pada pohon itu. Tatkala kami melewati sebatang pohon bidara, kamipun berkata: “Wahai Rasulullah! Buatkan untuk kami Dzat Anwath,” maka Rasulullah bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
"Allahu Akbar. Itu adalah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Demi Allah, yang diriku berada di tanganNya. Kamu benar-benar telah mengatakan sesuatu perkataan seperti yang telah dikatakan Bani Israil kepada Musa,”Buatlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sembahan”. Musa menjawab,”Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang tidak mengerti. Pasti kamu akan mengikuti tradisi orang-orang sebelummu”. [HR Tirmidzi].
Seandainya para aktifis pergerakan dan juru dakwah saat ini mencermati kandungan dan rahasia yang terdapat dalam hadits ini, tentulah mereka tidak akan meremehkan perkara tauhid dengan alasan ingin mendapatkan jumlah pendukung yang banyak dan menyatukan kaum Muslimin. Lihatlah, apa yang diperbuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ; Beliau tidak berdiam diri untuk tidak mengingkari kemusyrikan karena ingin mempertahankan jumlah yang banyak, atau alasan khawatir akan terjadi perpecahan. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia mengetahui, seandainya orang-orang yang baru masuk Islam itu didiamkan dalam keadaan musyrik, tentulah mereka akan menjadi fitnah bagi kaum Muslimin, dan menjadi penyebab utama kekalahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Mengajarkan Tauhid Dalam
Jihad Difa’
Saat itu kaum Muslimin di Syam sedang dalam
cengkeraman orang-orang Tartar yang begitu kuat. Kaum Muslimin pun bangkit
melancarkan jihad difa’ (defensive), sementara itu kesyirikan berada di
tengah-tengah mereka.
Dalam keadaan seperti ini, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah memulai dengan terlebih dahulu meluruskan aqidah ummat, menyeru
kepada tauhid. Beliau rahimahullah menulis sebuah buku yang berjudul Talkhish
Kitab lstigatsah, dimaksudkan sebagai bantahan terhadap Al Bakri.
Syaikhul Islam berkata: “Seandainya mereka yang beristigatsah dengan selain Allah (yaitu penghuni-penghuni) kubur bersamamu dalam barisan perang, tentulah engkau akan mendapatkan kekalahan, sebagaimana kaum Muslimin mendapatkan kekalahan dalam perang Uhud”.
Pernyataan Syaikhul Islam lbnu Taimiyah ini mengandung dua faidah yang besar. Pertama. Wajib dan betapa pentingnya meluruskan aqidah kaum Muslimin yang hendak berjihad. Kedua. Menunjukkan kefaqihan beliau rahimahullah, karena beliau telah berdalil untuk perkara yang besar dengan perkara yang rendah. Maksudnya, apabila kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud disebabkan maksiat semata dan bukan karena syirik, maka bagaimana mungkin kaum Muslimin pada hari ini mampu berperang mengalahkan musuh, seandainya di dalam barisan kaum Muslimin terdapat orang-orang yang menyekutukan Allah, melakukan bid’ah dan perbuatan maksiat lainnya.
Syaikhul Islam berkata: “Seandainya mereka yang beristigatsah dengan selain Allah (yaitu penghuni-penghuni) kubur bersamamu dalam barisan perang, tentulah engkau akan mendapatkan kekalahan, sebagaimana kaum Muslimin mendapatkan kekalahan dalam perang Uhud”.
Pernyataan Syaikhul Islam lbnu Taimiyah ini mengandung dua faidah yang besar. Pertama. Wajib dan betapa pentingnya meluruskan aqidah kaum Muslimin yang hendak berjihad. Kedua. Menunjukkan kefaqihan beliau rahimahullah, karena beliau telah berdalil untuk perkara yang besar dengan perkara yang rendah. Maksudnya, apabila kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud disebabkan maksiat semata dan bukan karena syirik, maka bagaimana mungkin kaum Muslimin pada hari ini mampu berperang mengalahkan musuh, seandainya di dalam barisan kaum Muslimin terdapat orang-orang yang menyekutukan Allah, melakukan bid’ah dan perbuatan maksiat lainnya.
Ingatlah, kemenangan dan pertolongan hanya diberikan
kepada orang-orang yang bertauhid dan mengamalkan Sunnah. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman :
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ
بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik". [An Nur : 55].
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik". [An Nur : 55].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan,
setelah kaum muslimin meluruskan aqidah mereka dengan mengikhlaskan ibadah
hanya kepada Allah, hanya beristighatsah kepada Allah, maka Allah akan menolong
mereka untuk mengalahkan musuh, sehingga mereka mendapatkan berbagai kemenangan
dalam peperangan (melawan Tartar); suatu kemenangan yang tidak pernah
didapatkan sebelumnya, kecuali setelah mereka memurnikan tauhid kepada Allah
dan taat kepada RasulNya. Karena sesungguhnya Allah akan memberikan pertolongan
kepada RasulNya dan orang-orang beriman di dunia dan di akhirat.
Dalam kisah perang Uhud, kita dapat mengambil pelajaran berharga berkaitan dengan sebab-sebab kekalahan kaum Muslimin pada waktu itu. (Lihat surat Ali Imran ayat l37-l54).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Dalam kisah perang Uhud, kita dapat mengambil pelajaran berharga berkaitan dengan sebab-sebab kekalahan kaum Muslimin pada waktu itu. (Lihat surat Ali Imran ayat l37-l54).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ (وفي
رواية - يُقَاتِلُونَ ) عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى
يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
"Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran (dalam hadits lain dengan kata mereka berperang di atas kebenaran), tidak merugikannya orang yang menghinanya sampai datang hari kiamat, dan mereka tetap dalam keadaan demikian hingga kiamat datang". [HR Muslim].
"Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang yang menegakkan kebenaran (dalam hadits lain dengan kata mereka berperang di atas kebenaran), tidak merugikannya orang yang menghinanya sampai datang hari kiamat, dan mereka tetap dalam keadaan demikian hingga kiamat datang". [HR Muslim].
Derajat Yang Tinggi Hanya Dapat Diraih Dengan Ilmu
Allah berfirman :
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
"Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat". [Al Mujadilah : 11]
Al Imam Muhammad Amin Asy Syinqiti berkata: “Para
ulama telah menjelaskan,
kemenangan para nabi ada dua macam. Pertama.
Kemenangan melalui hujjah dan
argumentasi. Kemenangan ini diraih oleh seluruh nabi.
Kedua. Kemenangan dengan pedang dan kekuatan. Kemenangan ini hanya diraih oleh
nabi yang telah diperintahkan berperang fi sabilillah”. (Adhwa-ul Bayan, 1:
353).
TENTANG AL I’DAD AL MADI
Disamping mempersiapkan aqidah dan ilmu untuk meraih
derajat yang tinggi, dalam jihad juga harus dilakukan persiapan-persiapan.
Yaitu al i’dad al madi (persiapan materi), yang meliputi dua perkara. Pertama.
‘Udah al ‘asykariyah (perlengkapan senjata). Kedua. ‘Udah al basyariah
(perlengkapan pasukan atau personalnya). Allah berfirman, yang artinya : Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggetarkan musuh Allah, (QS Al Anfal : 60) Lihat juga Al Anfal ayat 65-66.
Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin menyatakan,
berjihad itu harus terpenuhi syaratnya. Hendaknya kaum Muslimin memiliki
kemampuan dan kekuatan, yang dengannya mereka bisa berjihad. Karena, seandainya
kaum Muslimin berperang tanpa dibarengi dengan kernampuan, berarti sama dengan
menjerumuskan diri ke dalam kerusakan. Oleh sebab itu, Allah tidak mewajibkan
kepada kaum Muslimin berperang, ketika mereka berada di Mekkah, masih dalam
keadaan lemah dan dalam cengkeraman kekuasaan orang kafir. Sehingga setelah
berhijrah ke Madinah dan membentuk negara Islam dan memiliki kekuatan, maka
Allah Azza wa Jalla mewajibkan mereka berperang.
Begitulah, jika belum terkumpul syarat-syaratnya, maka
kewajiban berperang tidak ada, sebagaimana seluruh kewajiban dilakukan sesuai
kemampuan. Yang sekarang harus ditempuh oleh kaum Muslimin ialah melakukan
seluruh sebab-sebab yang telah diwajibkan Allah untuk mencapai kemenangan,
yaitu menyerpurnakan dua persyaratan di atas. Wallahu a’lam.
Maraji’ :
Maraji’ :
1. Zadul Ma’ad, Jilid III, karya Imam Ibnul Qayyim Al
Jauziyah.
2. Al Mughni, karya Imam Syaukani.
3. Al Majmu’, karya Imam An Nawawi.
4. Fatawa Al Laimah Fi Masailil Mulimmah, karya Syaikh
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
5. Usus Manhajis Salaf Fi Ad Dakwah Ilallah, karya
Fawaz bin Halil bin Robah As Suhaimi.
6. Sabil Ilal Izzah Wat Tamkin, karya Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani.
6. Sabil Ilal Izzah Wat Tamkin, karya Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar